PKI (PARTAI KOMUNIS INDONESIA)
Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet dan Pak Yahya pada 1914, dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV)
(atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV
pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda [3]
ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia.
Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari
semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia.
Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan
anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas
dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari
ISDV. Pada tahun 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada tahun 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara Merdeka".
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia
harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di
antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia
Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam waktu tiga bulan jumlah
mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan
pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama
di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan soviet.
Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan
ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet.
Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi
hukuman penjara hingga 40 tahun.
ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di
bawah tanah. Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang
lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam,
keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas warga
Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia. ISDV pun akhirnya mendukung
usaha-usaha mewujudkan Indonesia merdeka.
Selasa, 13 Mei 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar